Anggapan umum atau yang Adinegoro sebut sebagai Ratu Dunia merupakan gabungan dari dua kata yaitu ‘anggapan’ dan ‘umum’. Kata ‘anggapan’ merujuk pada pikiran, pertimbangan, paham, pendirian, kepercayaan, pendapat dan perhitungan. Sedangkan, ‘umum’ berarti untuk banyak orang. Jika ada orang mengatakan “kertas itu putih” itu bukan sebuah anggapan, tapi hanya bicara biasa, yang hanya mejelaskan suatu keadaan tanpa ada maksud mengembangkannya, seperti sebuah foto yang hanya memperlihatkan apa yang tertangkap oleh lensa kamera.
Untuk menjadi sebuah anggapan, menurut Dofivat dalam Adinegoro, pendapat harus setidaknya memenuhi tiga syarat. Pertama mempunyai tujuan, harus baik dan benar, dan dikembangkan pada orang banyak dan apabila ada yang membantah harus mau mempertahankannya.
Dalam kesimpulan Dofivat di atas ini telah terkandung paham dinamis tentang pengertian anggapan itu. Krueger dan Reckless dalam buku “Social Psycology” juga mengatakan bahwa anggapan itu adalah penjelmaan yang jelas dari pertimbangan seseorang tentang suatu hal atau tentang kejadian atau tentang pikiran, yang telah diterima sebagai pikiran umum. Namun, bagaimanapun, anggapan itu sifatnya subjektif dan sejatinya hal itu hidup di setiap jiwa manusia. Oleh karena itu tidak ada anggapan yang sempurna.
Meskipun begitu, anggapan umum selalu memainkan peran yang penting dalam sejarah dunia. sebagaimana sering terbukti dalam banyaknya revolusi dan kemajuan-kemajuan yang terjadi di dunia. Yang paling berharga adalah anggapan yang mampu mengubah dunia ke arah yang lebih baik.
Anggapan umum itu mula-mula berkembang sedikit demi sedikit, tapi lama kelamaan anggapan itu berkembang dan mengambil tempat suara mayoritas sehingga menjadi kekuatan yang besar. Dalam kasus paham nazisme dan fasisme, Hitler mendapat suara lebih dari setengah rakyat Jerman dari yang awalnya hanya memiliki tujuh orang pengikut saja. Sehingga sifat dari kekuasaan itu tidak seperti tentara. Pada tentara, apabila diambil senjata dan kepalanya maka akan lenyap pula kekuasan itu. Lain lagi dengan seorang pemimpin, pengarang, tokoh keagamaan, atau wartawan apabila kepalanya diambil belum tentu buah pikirannya akan ikut hilang.
![]() |
Produksi poster propaganda NAZI untuk tujuan membentuk opini publik/anggapan umum. Foto: Getty Images |
Anggapan umum itu diibaratkan seperti naga Hydra dari mitologi Yunani, jika dipotong satu kepalanya maka kepala lain akan timbul menggantikannya, mungkin akan lebih banyak. Artinya untuk melenyapkan anggapan umum tidak bisa hanya dengan membunuh pelopornya tapi harus disaingi oleh anggapan lain yang mampu berhadapan dengan anggapan umum tersebut.
Dalam sebuah revolusi, sejarah telah mencatat bahwa peristiwa revolusi merupakan rentetan peristiwa kolektif yang mengimplementasikan kehendak bersama dari rakyat. Hal ini menandakan bahwa anggapan umum telah berbeda dengan pihak penguasa. Pihak penguasa dengan sekuat tenaga mempertahankan kemapanan sedangkan rakyat menentang kemapanan itu. Maka gesekan antara kedua belah pihak tidak dapat dihindarkan. Mau tidak mau salah satunya harus kalah.
Kita ambil contoh dalam hal perbudakan. Ratusan tahun lamanya anggapan seseorang tentang perbudakan tidak berubah, sampai berjuta orang Habsy diburu dan ditangkap oleh saudagar budak di benua Afrika untuk didagangkan di Amerika. Hal itu dianggap biasa baik oleh agama Kristen maupun masyarakat secara umum. Tetapi, kemudian, di Eropa dan Amerika timbul anggapan baru yang menyatakan bahwa perbudakan itu tidak baik karena menghina kemanusiaan. Dikarenakan bermunculannya anggapan seperti itu maka pecahlah perang yang di akhiri dengan kemenangan dari golongan yang antiperbudakan. 72
Selain itu, di Eropa telah berkembang anggapan yang membenarkan soal penjajahan atas dasar supremasi orang kulit putih terhadap orang kulit berwarna. Negara terjajah dipandang sebagai bangsa yang tidak bisa melakukan apa-apa. Adanya penjajahan juga merupakan kehendak tuhan yang ada baiknya bagi daerah terjajah. Namun, dengan alasan itu, penjajah menjadi semakin semena-mena. Hal ini menimbulkan kesengsaraan hebat bagi daerah terjajah. Maka untuk keluar dari belenggu penjajahan muncul aliran nasionalisme yang menyatukan perasaan sehidup senasib. Akibatnya perang bermunculan di wilayah-wilayah jajahan yang menuntut kehidupan yang lebih baik dengan sebuah kemerdekaan.
Contoh lainnya, untuk melihat seberapa besar pengaruh anggapan umum dalam perjuangan, dapat diketahui dari riwayat kekalahan Jerman. Jerman kalah di perang dunia kedua bukan hanya karena surplus alat perang dari Amerika dan Inggris tetapi juga ada kaitannya dengan kekalahan propaganda Jerman di medan internasional. Pada masa ini, peperangan sudah melebar ke berbagai sector salah satunya sector propaganda. Kuncinya adalah mendapat simpati dari masyarakat internasional. Sehingga untuk mendapatkan simpati yang baik dari masyarakat internasional dibutuhkanlah propaganda yang kuat. Hal ini juga terlihat dalam politik negara Republik Indonesia di masa kolonialisasi Belanda yang mampu meraih simpati dunia internasional untuk keluar dari belenggu penjajahan.74
Dari kejadian-kejadian dalam sejarah dunia dapat kita lihat bahwa anggapan umum itu bisa berubah-ubah dan perubahan itu dapat timbul dan dialirkan ke tempat yang dikehendaki penguasa atau pemilik alat produksi. Proses pembentukannya itu berlangsung dari hari ke hari, dari bulan ke bulan, dan dari tahun ke tahun hingga mencapai apa yang diharapkan.
Referensi:
Adinegoro. 1949. Falsafah Ratu Dunia. Jakarta:
Adinegoro. 1950. Bajangan Pergolakan Dunia. Jakarta: Pembangunan
Adinegoro. 1952. Eropa Sumber Perang Dunia. Jakarta:
Penulis: Reza Andika Putra
0 Comments